Di jelang penghujung minggu. Sang peracau memikirkan banyak kutipan seolah mengenal dekat si pelontar secara pribadi. Entah itu potongan dialog dalam film atau cukilan dari lembar tulisan. Sering banyak konteks terabai dan tak ada yang hirau jika maksud lupa beriring. Aku tak kenal, kau pun belum bersua muka. Kita sama-sama terasing di tengah keakraban. Seperti pembicaraan yang tersela kemudian enggan dilanjutkan.
Meminjam corong orang untuk mengungkapkan kemarahan dalam hati itu tidak lebih baik daripada mereka yang berpura-pura manis mengangguk, kemudian berseloroh dalam hening. Mereka yang bokongnya terlalu lama memanaskan alas kursi putar, pernahkah duduk mengesot di bumi dingin? Kurasa menjejak memang tak pernah terlalu menarik. Bersembunyi di balik kotak sementara sendi jemari mereka berpautan berdansa kanan ke kiri. Kita yang satu tak lebih baik daripada kita yang lain. Yang putih belum tentu bercahaya dan yang pudar belum tentu tak berguna.
Heran saja, aku menengok kanan kiri lalu mendapati keanehan dalam senyap. Menyeberang hati-hati, naik ke tangga dan membersihkan sisa-sisa api. Sudah sudah... memang mungkin hinggap tak selalu mesti menetap. Buat apa bersayap kalau cuma sekedar merayap.
0 comments