Garam yang Maknyus

Kamu adalah garam dunia! Jika garam itu cuma ngumpul bareng sesama garam saja, tanpa mau ditabur untuk mengasinkan makanan, apakah gunanya? Tidak ada lagi gunanya selain bikin keasinan dan darah tinggi!

Ada garam yang asin dan ada garam yang tawar. Garam tawar itu ga berguna untuk dijadikan penyedap rasa. Dia dibuang ke jalanan pada musim dingin supaya jalanan tersebut sekedar tidak menjadi licin waktu diinjak. Tapi garam yang asin kalo diberikan dengan porsi yang kebanyakan kepada makanan juga ga berguna. Makanannya bakal jadi terlalu asin, ga enak dimakan, malah bisa bikin hipertensi dan akhirnya dibuang. Garam harus dibubuhkan dengan porsi yang pas. Tidak kebanyakan, tidak pula terlalu sedikit. Biar makanan yang diberi garam jadi maknyus dan enak disantap!

Garam dunia harus ngelakuin tugasnya sebagai garam. Ngasih dampak dan rasa sama lingkungan sekitarnya dan bikin segalanya jadi nikmat karena kehadirannya. Segala macem pembinaan, segala hal rohani, pendalaman alkitab, firman Tuhan, khotbah, sharing, komitmen, kebiasaan baik, whatever, bukan cuma buat disimpen sendiri sampe darah tinggi. Tapi itu diterapin dan dikerjain sampe ngerasakan dampaknya di tengah-tengah keluarga, kos, temen-temen kelas, kampus, dimana pun kita ada. Status yang kita sandang sebagai garam dunia, bukan berarti jadi orang aneh, kuper bahkan autis rohani. Seolah punya dunia rohani sendiri yang perlu diurus dan ga perlu dunia sebenernya. Garam disebut asin bila ia benar-benar memberikan rasa pada lingkungannya. Kalau sang garam hanya berkumpul sesama garam - merasa terlalu kudus untuk menggarami lingkungannya, apa bisa memberi perubahan pada lingkungannya? Kalau lingkungannya saja tetep ga ada perubahan, apa sang garam masih bisa disebut garam dunia?

Demikianlah hendaknya kamu memberi dampak sebagai garam dunia, supaya mereka merasakan perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.