Rabun itu tidak buta, namun juga tidak memiliki penglihatan yang sempurna
Rabun tidak sanggup memandang dengan jelas akan apa yang di depan sana
Sosok-sosok samar kabur berkabut, yang tak nyata dilihat raut
Hanya imaji perawakan samar, itu pun tak selalu dapat ditebak benar
Menyipitkan mata, si rabun berputar-putar mencari arah tujuan
Ia hendak pulang ke utara, namun tersesat langkah kemudian tersasar ke selatan
Tak perlu kau tuntun aku, Tidak usahlah dipapah
Aku tidak mungkin tersandung, kakiku belum melemah
Mataku belum buta, lagipula berjalan sendiri pun aku masih bisa!
Demikian kata si rabun jemawa kepada si pincang yang berbaik hati menawarkan tuntunan cuma-cuma
Betapa pongahnya si rabun, si pincang tertegun
Si rabun menerka-nerka sendiri berdasarkan pandangannya yang samar-samar
Kalau ternyata tebakannya benar, matanya nanar
Kalau nampaknya perkiraannya salah, dia langsung berkilah
Saya kan rabun. Maklumilah!
Lalu si rabun sendirian meneruskan perjalanan menurut penglihatannya yang rapuh
Meninggalkan si pincang berkaki satu bermil-mil di pelosok jauh
Kanan dan kiri, naik dan turun, gunung dan lembah, si rabun meneruskan langkah
Jauh... sudah jauh dari tujuan semula, wahai engkau rabun keras kepala
Penglihatan yang sebagian jauh lebih berbahaya daripada buta keseluruhan
Kebenaran yang parsial jauh lebih menyesatkan dibandingkan ketakmengertian total
Jangan-jangan saya seperti si rabun yang bersikap kasar
Tinggi hati, selalu merasa yang paling benar ya pandanganku sendiri
Sombong, mengganggap tak perlu orang lain sebagai penolong
Ahh... Seandainya si rabun lebih rendah hati, mau membuka telinga dan melembutkan sanubari
Aku tidak sanggup kalau berjalan seorang diri, mari kawanku tuntunlah aku yang rabun ini
Belokkan saja langkahku kalau kakiku menyimpang,
Tegur saja kalau aku sudah miring mengarah ke jurang,
Jangan biarkan aku berkelana, kemudian tersesat arah karena tak benar melangkah
Mari kita bersama melangkah, wahai sahabatku yang murah hatinya
Mungkin kita semua memang diciptakan tak sempurna
Agar kita saling membutuhkan, saling melengkapi dan saling membawa
Kemudian si rabun menggendong si pincang
Bersama-sama mereka meneruskan perjalanan pulang
Ohh... alangkah senang
Berdua lebih baik dari pada seorang dirikarena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka.Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya,tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!
*
Jemawa - angkuh
Nanar - garang
0 comments