Mentari tua buru-buru terbit lalu lekas-lekas terbenam. Hiruk pikuk hidup berlalu begitu cepat. Dengan segenap tekanan arus kemajuan zaman, badai rutinitas karir yang kian nyaman, gelombang impian mengenai kemapanan, dan segala kemegahan yang dunia tawarkan. Aku pun memaparkan seribu alasan"Bukankah aku punya keluarga yang mesti aku nafkahi? Gaya hidup dan pergaulanku? Itu urusan pribadi! Lagipula aku tidak sampai terjerat dalam hedonisme, Meski kuakui agak sedikit konsumtif. Aku tidak terjebak individualisme, hanya sedikit apatis terhadap negeri ini. Tak pernah aku berbuat onar, meski jarang juga aku jadi warga benar. Lagipula apakah aku berhutang budi? Apakah aku yang bertanggung jawab atas carut marut bangsa ini? Apakah Tuhan tidak cukup senang dengan kehidupan keagamaanku? Atau terlalu sedikitkah nominal persembahanku?"... dan berjuta alasan lainnya Pernahkah merasa seperti saya..
Video ini untuk intro seminar (atau diskusi, atau khotbah - saya juga lupa), jadi endingnya dibiarkan 'menggantung'. Briefnya adalah paparan kisah seorang alumnus yang dulunya eksis pelayanan, entah di kampus atau di gereja, namun semenjak bekerja semakin undur dari Tuhan dan pelayanan. Ada banyak faktor yang bisa jadi alasan, misalnya sudah tidak ada waktu karena seluruhnya tercurah untuk keluarga, pergaulan, atau beranggapan mampu 'menyogok' Tuhan dengan cukup memberikan persembahan yang besar. Untuk pelayanan saja ogah, apalagi sampai memikirkan perkara "alumni-yang-memberkati-negeri".
Well, tidak terasa seusai sidang akhir ini, tibalah saya di gerbang kehidupan alumni pula. Speaking of which, saya kenal beberapa alumnus yang menganut paham ekstrim di atas, tapi tak sedikit pula ekstrimis ortodoks di sisi yang berlawanan. Seru dan geli juga melihat tingkah mereka. Lain kali saja saya ceritakan tentang kekocakkan (dan kekonyolan) mereka ke kalian. :)
Source Video: Vimeo.com, Sang Pemimpi, Nagabonar Jadi 2
0 comments