Makan tuh Sungkan
Budaya sungkan itu seperti mengalir di setiap urat nadi dan pembuluh. Sungkan, misalnya, menegur atasan atau mereka yang usianya lebih sepuh. Susahnya, kalau nggak sungkan, malah dikatain nggak berperasaan atau malah nggak tahu santun sopan. Di sisi lain, secara definisi, "sungkan" itu jelas tak semakna dengan "respek" atau "hormat". Sungkan itu sekedar perasaan tidak enak hati untuk menasihati atau terlalu dahulu berburuk sangka akan reaksi yang mungkin sebenarnya tak pernah ada.
Tidak ada yang salah dalam menegur, apalagi jika teguran tersebut layak diberikan. Dengan catatan, teguran tersebut memang perlu, memang membangun, dan memang tepat dilontarkan dari segi peristiwa dan waktunya. Sayangnya zaman sekarang ini, alih-alih mengatakan hal benar yang patutnya diutarakan, malah cuma sekedar diam dengan alasan sungkan. Malah sebaliknya, kalau soal melangkahi aturan atau memperkosa hak orang, rasa sungkan malah sudah hilang.
Mungkin lain kali, batasan yang jelas harus benar dibahas. Jangan sampai hak satu pihak dirugikan sesederhana karena pihak lain tak mengerti bahasa sungkan yang diucapkan. Toh, selama kita mengutarakan dengan sopan, rasanya jauh lebih mulia daripada sekedar diam karena sungkan. Kecuali kalau kamu menikmati akibat-akibat karena perasaan sungkan tersebut. Makan tuh sungkan!
0 comments