Siapa mengira sesendok harapan mampu menyegarkan jiwa yang lesu?
Aku mengantri sesuap di tengah teriknya kabar buruk
sambil membenarkan posisi beban tekanan yang menggelayut di tengkuk.
Aku lihat wajah-wajah yang akrab, perlahan tumbang karena hilang harap.
Mereka yang lama mengantri,
akhirnya lututnya dipaksa bertekuk oleh penat, keram dan nyeri.
Aku berjinjit setengah berjingkat melihat antrian depan yang tak kunjung bergerak.
Aku berjinjit setengah berjingkat melihat antrian depan yang tak kunjung bergerak.
Tak mau maju, enggan mundur, ogah bubar.
Aku mengantri sambil menelusuri jejak-jejak di ruang kaca atau di lantai-lantai bermimbar tinggi.
Menengok engkau yang di ujung pulau atau dari peta dalam kamarku sendiri.
Kita jiwa-jiwa yang haus akan harapan.
Aku ingin kita berdiri begini saja.
Tak usah bicara hal-hal yang diulang dan membosankan.
Di tengah dahaga dalam perjuangan dunia, sungguh lega jika kita mengantri bersama.
Sesendok harapan ini kita bagi dua.
0 comments