Nasihat yang diberikan tepat pada waktunya sama indahnya dengan buah apel emas dalam piring perak
Entahlah, kenapa musti buah Apel? Apa karena apel itu simbol dari buah pengetahuan baik dan jahat? (Ahahaha...ini mitos, yang sampai sekarang dipercayai banyak orang, walopun sampai sekarang para ahli belum tahu jenis buah apakah yang membuat Adam dan Hawa ngiler itu) Tapi itulah yang diibaratkan. Bukankah manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut? Artinya kita musti lebih banyak mendengar daripada buru-buru nggak sabar kalo nggak komen. Ada sesuatu yang kayaknya nggak sesuai, buru-buru diinterupsi dan dikoreksi (itu pun setahunya sang interuptor). Ada sesuatu yang butuh dukungan, eh malah diceramahi.
Lidah ini nggak tahan kalo sang pemilik tidak dianggap superior. Atau lebih jahatnya lagi, mengganggap orang lain yang butuh dukungan itu sebagai inferior rendahan. Seakan-akan merasa diri lebih suci dan rohani. Hufft..entahlah. Lidah memang tidak bertulang. Berbahaya dan beracun jika tidak dikontrol dengan tepat. Tapi omong-omong, kayaknya kutipan ini sedikit banyak sudah mulai bergeser makna. Tulang lidah memang tidak ada, tapi jari tangan yang dipakai untuk mengetik di aksara tuts keyboard balasan comment di Facebook, Twitter dan jejaring sosial lainnya nyatanya bertulang, toh?
Entah sesuatu tersebut memang dimaksudkan untuk di-comment atau malah sang komentator saja yang hiper-inisiatif. Gatel kalo nggak komen. Haha..memang persoalan ini bukan masalah tulang atau tidak. Tapi sekali lagi masalah hasrat dan waktu yang tepat saja. Perhatikan apa yang disajikan di atas pinggan perak tersebut: Apel emas kah atau malah sepotong kepala manusia yang terpenggal karena terlalu banyak ceramah?
0 comments