Hati manusia adalah permata hidup yang amat rentan. Dengan segala kewaspadaan jagalah hatimu, karena dari hati memancar kehidupan. Batin ini mudah ternoda dengan segala hal yang bejat, dengki, congkak dan segala kemunafikan. Namun menjaga hati bukan perkara yang mudah sebab hati yang berdetak sarat untuk dilukai, namun sebaliknya hati yang terluka mengindikasikan bahwa hati itu hidup.
Alkisah, hiduplah seorang yang memutuskan untuk menyimpan hatinya ke dalam sebuah peti emas. Ia menutup rapat-rapat dan menguncinya dengan rantai perak agar hatinya tersimpan dengan baik. Ia pikir, dengan demikian, tidak ada yang bisa mengetahui hati itu selain pemiliknya.Hati itu kini aman terhadap segala jenis kejahatan di luar sana. Tidak ada yang mampu menistakan dan tidak ada yang bisa menyakitinya.
Sampai suatu hari, sang pemilik membuka kotak itu dan menemukan bahwa ia sendiri dikelabui oleh hatinya. Seiring berlalunya waktu, hati itu berubah menjadi dingin dan membeku. Hati itu menjadi mati terhadap kehangatan dan hidup. Hatinya menjadi picik dan semua pemikiran kebijaksanaan menjauh darinya. Hari-harinya dipenuhi oleh kelicikan sempit seolah dia yang menaklukkan hati sudah menguasai seluruh semesta. Hatinya sudah membatu. Tidak ada yang mampu menghangatkannya. Tidak dengan kehangatan udara kebebasan atau api gairah. Tinggallah ia menangisi hati batunya.
Satu-satunya jalan agar kelak hati itu mampu berdetak lagi adalah dengan meremukkannya. Menghancurkan hati itu pecah berkeping-keping dan menyerahkan tiap patahannya kepada Sang Pencipta hati. Hati yang hancur tidak pernah ditolakNya, begitu kata garansinya. Demikian pula dengan hati yang busuk, berbau dan bernanah. Segala kejijikan itu luluh dibasuh dengan darah Sang Pembuat sendiri dan dari dalam darah itu setiap kepingan menemukan kembali detaknya. Sebuah kehidupan baru yang berdenyut dari hati yang baru yang hangat dan utuh.
0 comments