Wajahnya mengeras dan tatapannya membakar.
Siapa yang dapat tahan memandang panas yang dari sekujur tubuhnya menguar?
Teman itu berjalan lekas-lekas.
Melangkah laju semua orang diterabas.
Hai, teman mau ke mana? Mengapa tergesa-gesa?
Tak tahu apakah sedang mengejar atau malah lagi diburu?
Mendekap cemas yang penyebabnya pun tak lagi kau tahu
Aku kasihan pada teman di ujung sana.
Yang hidupnya tak tenang, tak sempat berpikir, duduk, atau bercengkrama.
Hidupnya gosong oleh dengki dan hatinya mengerut karena caci maki
Temanku, duduklah barang sebentar.
Tenangkan napas dan redakan degap-degup riuh yang berdebar
Waktu tak pernah berbelas kasihan.
Tiap detik berharga dan yang tak mungkin diulang yang sudah terlewatkan.
Tapi mengapa memilih hidup yang keras?
Seolah-olah ajal sudah menanti di teras.
"Yang terlewat tak mungkin kembali." jawabnya sambil lalu bersembari.
Ku imbangi langkahnya, kami bercakap-cakap kemudian sambil setengah berlari.
Yang kukejar adalah sesuatu yang belum pernah kuraih.
Impian, harapan dan asa bersenyawa dalam benih.
"Aku berjuang demi hal yang tak cuma-cuma
semata karena ini dunia yang tak pernah adil justru berpihak pada yang tak semestinya."
Aku mengangguk.
Kawanku, bebanmu ternyata berbekas buruk.
Dia jengah dengan segala muslihat, sihir, dan mantera instan berkedok kepatuhan.
Yang dia tahu, jika tak berjalan lekas-lekas,
suatu saat dia akan tertinggal dan mungkin suatu saat lenyap tanpa bekas.
Biar saja hilang, kawan, kataku
Relakan yang tak pernah kau rengkuh
Ikhlaskan yang memang tak pernah jadi milikmu.
Dunia ini lenyap dengan segala keinginannya
Yang kau kejar tak berujung dan tak ada akhirnya
Pribadi yang dulu kau ingini, suatu saat berubah jadi benci.
Waktu yang kau kejar berbalik mempermainkanmu
Lalu kau yang sudah berjalan lekas-lekas akhirnya bingung dengan semua waktu
Mau diapakan? Bagaimana caranya dihabiskan?
Lalu kau termenung dalam sisa waktu
Menanti sesorang yang tak kunjung berlalu.
0 comments