Yang kuingat sepanjang persekutuan siang tadi hanyalah ilustrasinya:
Seorang anak berwajah murung, mondar-mandir ke sana kemari. Kadang di kamar, kemudian ke luar. Sesekali ia menggarukkan kepalanya. Lain waktu dia menelengkan kepala ke kolong-kolong kursi dan meja. Tak berapa lama kemudian, Ia berdoa dengan sungguh-sungguh. Ibunya yang keheranan bertanya pada bocah itu, "Nak, apa yang membuatmu murung? Mengapa kau melongok kesana kemari? Apakah yang kau doakan?".
Jawab sang bocah, "Ibu, aku sedih bukan main. Aku kehilangan kelerengku. Kelereng yang kusayang, yang kuinginkan, dan yang mampu membuatku senang. Kucari kesana kemari, tak juga kutemui. Aku berdoa supaya Tuhan membuatku menemukan kelerengku kembali".
Sang Ibu getir mendengarnya. "Pergilah bermain atau mengerjakan yang lain. Siapa tahu besok kelerengmu ketemu." Saran sang Ibu. Si Bocah menurut kemudian pergi. "Ya, Tuhan.. Tuhan yang baik. Engkau maha mengetahui dan yang paling mengerti. Kelereng itu hal yang sederhana bagiMu, buatlah anakku menyadari bahwa Engkau mendengar doa dan temukanlah kembali kelerengnya agar dia kembali bahagia", demikian sang Ibu berdoa.
Esoknya, si Ibu melihat bocahnya kembali ceria seperti biasa. Penasaran, Ibu bertanya kepada si bocah, "Engkau terlihat kembali bahagia. Kelerengmu sudah ketemu?". Sang bocah menjawab jawaban yang makin membuat si Ibu terheran, "Nggak ketemu, Bu." Si Ibu mengerutkan alis. "Namun Tuhan sudah mengubahku, tak lagi menginginkan kelereng." Sang anak kemudian berlari dengan ceria melanjutkan bermainnya.
Dia yang paling mengerti seluruh isi hati memang tak selalu menjawab sesuai pinta dan keinginan. Ketika kerap aku datang dengan wajah muram, berharap Dia mengabulkan yang kumohon, tak pernah terlintas konsep "Bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendakMu" ditafsirkan demikian. Doa memang tidak dimaksudkan mengubah Tuhan, melainkan mengubah kita - baik dengan dijawab sesuai yang didoakan maupun bukan. Aku berpikir dalam diam mencerna sekali lagi isi perumpamaan tadi.
0 comments